Ekonomi sebagai Alat Kekuasaan Politik

Ekonomi sebagai alat kekuasaan politik merupakan sebuah tema besar yang menyingkap hubungan erat antara struktur ekonomi dengan praktik politik yang membentuk tatanan sosial. Sejak lama para pemikir sosial menegaskan bahwa ekonomi tidak pernah netral, ia selalu memiliki dimensi kekuasaan yang dapat dimanfaatkan untuk mengontrol masyarakat dan melanggengkan dominasi kelompok tertentu.

Karl Marx melihat ekonomi sebagai basis material dari seluruh bangunan sosial, sebab kelas yang menguasai alat produksi sekaligus mengendalikan arah politik dan ideologi. Namun dalam konteks yang lebih luas, ekonomi tidak hanya sekadar basis, melainkan juga instrumen yang secara aktif digunakan oleh penguasa untuk mengonsolidasikan legitimasi, mengendalikan oposisi, dan menata ulang relasi sosial sesuai kepentingannya.

Kekuasaan politik dengan demikian tidak bisa dilepaskan dari manajemen sumber daya ekonomi yang strategis, baik dalam bentuk kebijakan fiskal, distribusi anggaran, kontrol harga, maupun intervensi pasar.

Dalam sejarah modern, penggunaan ekonomi sebagai instrumen politik dapat ditemukan dalam berbagai praktik. Negara-negara kolonial, misalnya, menguasai wilayah jajahan bukan hanya untuk kepentingan teritorial, tetapi terutama untuk mengeruk sumber daya ekonomi yang kemudian menopang dominasi politik mereka.

Eksploitasi ekonomi menghasilkan keuntungan yang kemudian memperkuat kekuatan militer, birokrasi, dan legitimasi ideologis kolonialisme. Hal serupa juga terlihat dalam politik internasional kontemporer, di mana negara-negara besar menggunakan instrumen ekonomi seperti embargo, sanksi perdagangan, atau bantuan luar negeri sebagai senjata diplomatik.

Embargo ekonomi yang dijatuhkan kepada suatu negara bukan hanya persoalan dagang, melainkan strategi politik untuk menekan perubahan kebijakan atau bahkan menjatuhkan rezim yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan geopolitik. Dengan kata lain, ekonomi dalam konteks ini berfungsi sebagai perpanjangan tangan kekuasaan politik yang bekerja secara sistematis melalui kontrol sumber daya.

Dalam lingkup domestik, ekonomi juga sering dijadikan sarana untuk membangun basis dukungan politik. Distribusi anggaran pembangunan misalnya, tidak jarang diarahkan untuk memperkuat loyalitas daerah tertentu atau kelompok sosial tertentu terhadap penguasa. Program subsidi, bantuan sosial, hingga proyek infrastruktur bisa memiliki muatan politis yang signifikan, terutama ketika diluncurkan menjelang pemilu.

Apa yang tampak sebagai kebijakan ekonomi yang netral sesungguhnya bisa mengandung perhitungan politis yang matang, sehingga ekonomi menjadi instrumen manipulatif untuk menjaga stabilitas kekuasaan. Fenomena ini menegaskan bahwa kebijakan ekonomi tidak bisa dipisahkan dari kalkulasi politik, karena ia menyangkut distribusi sumber daya yang menentukan siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana.

Ekonomi juga dapat menjadi alat hegemonik untuk membentuk kesadaran masyarakat. Melalui kebijakan ekonomi tertentu, negara atau kelompok dominan dapat mengarahkan pola konsumsi, menentukan gaya hidup, dan bahkan membentuk nilai-nilai sosial yang sesuai dengan kepentingan politik.

Liberalisasi ekonomi, misalnya, sering diiringi dengan penetrasi budaya konsumtif yang secara halus mendorong masyarakat untuk menerima tatanan neoliberal sebagai sesuatu yang wajar. Hegemoni ini berjalan melalui media, iklan, dan sistem pendidikan yang menekankan nilai efisiensi, kompetisi, dan pertumbuhan sebagai tujuan utama. Dalam situasi seperti itu, ekonomi menjadi alat ideologis yang tidak hanya mengatur perilaku material, tetapi juga menginternalisasi cara pandang politik tertentu ke dalam kesadaran kolektif masyarakat.

Penggunaan ekonomi sebagai alat kekuasaan politik tidak selalu bersifat represif. Ia juga dapat digunakan sebagai instrumen untuk mewujudkan tujuan keadilan sosial dan demokrasi. Negara yang menerapkan kebijakan redistribusi ekonomi melalui pajak progresif, subsidi pendidikan, atau jaminan kesehatan universal sesungguhnya sedang menggunakan kekuasaan politik untuk mengatur ekonomi demi pemerataan.

Dalam hal ini, ekonomi menjadi medium politik untuk memperkuat legitimasi negara sekaligus memenuhi kontrak sosial antara penguasa dan rakyat. Artinya, hubungan antara ekonomi dan politik bersifat dialektis: ekonomi dapat digunakan untuk menindas, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk membebaskan.

Di era globalisasi, keterkaitan ekonomi dan politik semakin kompleks. Kekuatan korporasi multinasional sering kali melebihi kekuatan negara, sehingga kebijakan ekonomi nasional tidak jarang tunduk pada tekanan pasar global. Dalam situasi ini, politik negara menjadi semakin bergantung pada manajemen ekonomi yang mampu menyeimbangkan antara kepentingan domestik dengan tuntutan internasional.

Persoalan kedaulatan ekonomi menjadi isu politik yang krusial, karena negara yang tidak mampu mengelola sumber dayanya secara mandiri akan mudah kehilangan kendali politik. Globalisasi membawa peluang integrasi, tetapi juga menghadirkan risiko subordinasi politik terhadap kekuatan ekonomi global.

Maka, memahami ekonomi sebagai alat kekuasaan politik menuntut kesadaran kritis bahwa setiap kebijakan ekonomi tidak pernah bebas dari muatan politis. Ia selalu menyimpan kalkulasi kekuasaan, baik dalam skala domestik maupun global. Kesadaran ini penting agar masyarakat tidak terjebak dalam pandangan teknokratis yang menganggap ekonomi hanya persoalan angka dan efisiensi, padahal sesungguhnya ia adalah arena pertarungan kepentingan.

Dengan cara pandang kritis, ekonomi dapat diposisikan tidak semata-mata sebagai instrumen dominasi, melainkan juga sebagai sarana emansipasi yang mampu memperkuat kedaulatan rakyat. Pertanyaannya kemudian bukan lagi apakah ekonomi berkaitan dengan politik, melainkan bagaimana memastikan bahwa relasi keduanya diarahkan untuk kepentingan publik, bukan hanya kepentingan elite yang berkuasa.

Penulis: Suud Sarim Karimullah

Related Posts

Perlindungan Hukum untuk Pekerja Migran Indonesia

Perlindungan hukum untuk pekerja migran Indonesia merupakan isu yang memiliki dimensi sosial, ekonomi, dan politik yang sangat kompleks, karena menyangkut jutaan warga negara yang menggantungkan hidupnya di luar negeri dan…

Masa Depan Pers di Tengah Tekanan Politik

Masa depan pers di tengah tekanan politik merupakan topik yang semakin krusial dalam konteks demokrasi Indonesia yang sedang mengalami dinamika kompleks antara kebebasan berekspresi, kekuatan ekonomi-politik, dan transformasi digital yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You Missed

Perlindungan Hukum untuk Pekerja Migran Indonesia

Perlindungan Hukum untuk Pekerja Migran Indonesia

Masa Depan Pers di Tengah Tekanan Politik

Masa Depan Pers di Tengah Tekanan Politik

Fenomena Politik Populis di Indonesia

Fenomena Politik Populis di Indonesia

Peran Diaspora Indonesia dalam Politik Global

Peran Diaspora Indonesia dalam Politik Global

Fenomena Polarisasi Politik di Era Digital

Fenomena Polarisasi Politik di Era Digital

Media Sosial sebagai Arena Pertarungan Politik di Indonesia

Media Sosial sebagai Arena Pertarungan Politik di Indonesia