
“Janganlah kamu menjadi budak orang lain kerena Allah telah menciptakanmu dalam keadaan merdeka” (Ali bin Abi Thalib).
Kebebasan itu bukan cuma soal bisa pergi ke mana aja tanpa dihalangin, atau bisa ngelakuin apa aja yang kita mau. Bukan juga tentang bebas ngomong tanpa mikirin dampaknya. Lebih dari itu, kebebasan sejati itu tentang punya kendali penuh atas diri sendiri, atas pikiran, perasaan, keputusan, dan langkah hidup yang kita ambil. Bebas dari belenggu yang ngiket kita, baik dari luar kayak tekanan orang lain, maupun dari dalam diri kayak nafsu, obsesi, atau luka masa lalu.
Dalam pandangan Islam, kebebasan bukan berarti semaunya sendiri. Tapi justru tentang melepaskan diri dari semua bentuk “perbudakan” selain kepada Tuhan. Ketika seseorang benar-benar bertauhid, yaitu percaya dan hanya bergantung pada Allah, maka dia sedang membebaskan dirinya dari jadi budak dunia, budak opini orang lain, budak cinta yang nggak sehat, bahkan budak keinginannya sendiri. Tujuan dari kebebasan adalah untuk bikin manusia berdiri tegak sebagai makhluk yang utuh dan sadar siapa dirinya.
Tapi sayangnya, di kehidupan sehari-hari, terutama dalam urusan cinta, banyak dari kita nggak sadar kalau kebebasan kita udah perlahan-lahan terampas. Dan yang nyakitin? Kita sendiri yang nyerahin itu semua dengan sukarela. Kadang kita bilang “Ini demi dia kok”, “Aku lakuin ini buat bahagiain dia”, “Biar dia makin sayang sama aku” padahal kalau dipikir lagi, itu semua bikin kita jauh dari diri kita sendiri.
Lihat aja contohnya. Ada cowok yang rela nungguin pacarnya berjam-jam di salon, padahal sebenernya dia capek. Atau tiap jam harus laporan “lagi ngapain”, “udah makan belum”, “lagi di mana”. Dia hapus semua game di HP-nya karena ceweknya gak suka, padahal itu cara dia buat healing. Atau ada juga yang nolak main futsal sama temen karena diminta nemenin pacarnya belanja. Awalnya emang manis sih, tapi lama-lama itu bukan cinta, itu tekanan.
Sebaliknya, cewek juga gak kalah banyak yang rela ngelakuin hal-hal demi cowoknya. Dandan berjam-jam biar kelihatan cantik, pakai high heels yang bikin kaki pegel, nabung buat beli makeup mahal, atau ngabisin duit buat treatment kulit. Bukan karena mereka pengin, tapi karena “biar dia suka, biar dia gak ilfeel.”
Dan yang paling miris, semua itu dianggap wajar. Seolah-olah pengorbanan adalah bukti cinta. Padahal, kalau sampai kita kehilangan jati diri dan kebebasan demi seseorang, apa itu masih bisa disebut cinta? Atau justru kita sedang pelan-pelan dikendalikan dan gak sadar kalau kita hidup bukan lagi buat diri sendiri?
Kita perlu untuk sadar akan kebebasan itu bukan hak yang bisa ditukar demi hubungan. Apalagi kalau hubungan itu malah bikin kita jadi versi lain dari diri kita yang nggak bahagia. Cinta sejati nggak pernah minta kamu jadi orang lain. Cinta yang sehat itu saling support, bukan saling kontrol.
Tuhan ngasih kita akal, bukan cuma hati. Hewan pun punya keinginan dan naluri, tapi mereka gak punya akal buat mikir. Nah, manusia itu istimewa karena bisa mikir, bisa milih, bisa bilang “tidak” saat hal itu gak sesuai dengan nilai dan tujuan hidupnya. Jadi kebebasan manusia bukan cuma soal keinginan, tapi soal kemampuan buat memilih yang benar, meski itu berat.
Sayangnya, banyak orang lupa hal ini. Mereka hidup cuma nurutin keinginan, nafsu, dan tekanan. Kayak hewan yang hidupnya ya cuma buat makan, tidur, kawin, lalu mati. Padahal manusia punya misi yang lebih besar di dunia ini. Kita dikasih akal dan hati, supaya bisa hidup dengan kesadaran, bukan sekadar bertahan hidup.
Itulah kenapa kita harus belajar bilang “nggak”. Nggak sama cinta yang bikin kita capek mental. Nggak sama hubungan yang ngatur semua sisi hidup kita. Nggak sama tekanan yang bikin kita kehilangan suara sendiri. Karena setiap orang berhak atas kebebasannya. Dan kebebasan itu gak bisa diganti dengan validasi sesaat.
Kadang, buat jadi orang yang bebas, kita memang harus berani beda. Harus siap gak disukai. Harus siap jalan sendiri. Tapi itu lebih baik daripada hidup dalam hubungan yang mengekang. Karena sejatinya, manusia diciptakan untuk jadi diri sendiri dan bukan jadi bayangan orang lain.
Hidup itu bukan buat menyenangkan semua orang. Apalagi sampai lupa menyenangkan diri sendiri. Kalau kamu selalu tunduk dan nurut atas nama cinta, padahal hatimu merasa nggak nyaman, itu tanda kamu harus berhenti sejenak dan refleksi. Apakah kamu masih jadi dirimu sendiri? Atau kamu udah berubah jadi boneka demi orang lain?
Cinta yang sehat akan membuatmu tumbuh, bukan malah mengecilkan dirimu. Cinta yang sejati akan membuatmu bebas, bukan mengurungmu dalam ekspektasi. Jadi, jangan takut bilang “tidak” kalau itu demi menjaga dirimu tetap waras dan bahagia. Dan yang paling penting adalah sadarilah bahwa satu-satunya “penghambaan” yang tidak merendahkan manusia justru ketika kita berserah pada Tuhan.
Di situlah letak kebebasan yang paling hakiki. Karena saat kita lepas dari belenggu dunia, dari ekspektasi orang lain, dan dari nafsu diri sendiri, kita akhirnya bisa benar-benar merdeka. Merdeka jadi manusia seutuhnya. Jadi, yuk tanya ke diri kita masing-masing: “Apakah aku benar-benar hidup bebas? Atau diam-diam aku sedang diperbudak oleh cinta, tuntutan, atau keinginan yang bahkan bukan berasal dari diriku sendiri?”
Kalau jawabannya belum, sekarang saatnya kamu reclaim kebebasanmu. Karena kamu berhak jadi versi terbaik dari dirimu, bukan jadi figuran dalam hidup orang lain.
Penulis: Suud Sarim Karimullah