Ekonomi Sosial sebagai Alternatif Neoliberalisme

Ekonomi sosial sebagai alternatif neoliberalisme muncul dari kesadaran bahwa sistem ekonomi global dewasa ini tidak hanya menghadirkan kemajuan, tetapi juga ketidakadilan, eksploitasi, dan krisis yang semakin sering terjadi. Neoliberalisme, yang menekankan pada liberalisasi pasar, privatisasi, deregulasi, serta supremasi mekanisme pasar dalam mengatur kehidupan ekonomi, terbukti menghasilkan pertumbuhan, namun sekaligus memperlebar jurang kesenjangan sosial dan melemahkan solidaritas kolektif.

Dalam banyak kasus, neoliberalisme justru melahirkan konsentrasi kekayaan pada segelintir elit global, sementara kelompok masyarakat rentan dibiarkan bergulat dengan kerentanan ekonomi tanpa perlindungan yang memadai. Latar belakang inilah yang melahirkan gagasan ekonomi sosial, sebuah pendekatan alternatif yang berusaha mengembalikan fungsi ekonomi sebagai sarana untuk kesejahteraan bersama, bukan sekadar akumulasi kapital.

Ekonomi sosial berpijak pada nilai solidaritas, partisipasi, keberlanjutan, dan keadilan. Berbeda dengan neoliberalisme yang melihat individu sebagai aktor rasional yang selalu mengejar kepentingan pribadi, ekonomi sosial menekankan pentingnya komunitas dan relasi sosial sebagai fondasi aktivitas ekonomi.

Dalam perspektif ini, organisasi ekonomi seperti koperasi, usaha sosial, dan inisiatif berbasis komunitas dipandang bukan sebagai aktor marjinal, melainkan sebagai pilar utama yang menyeimbangkan logika pasar dengan kebutuhan masyarakat. Koperasi, misalnya, tidak hanya berorientasi pada keuntungan finansial, tetapi juga pada kepentingan anggota dan komunitas luas, sehingga ia lebih tahan terhadap guncangan pasar sekaligus mampu menjaga keadilan distribusi.

Kritik utama terhadap neoliberalisme adalah kecenderungannya untuk mengkomodifikasi hampir seluruh aspek kehidupan, termasuk pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Dalam logika neoliberal, semua dianggap sebagai barang dagangan yang nilainya ditentukan oleh mekanisme pasar.

Ekonomi sosial hadir sebagai penyeimbang, menegaskan bahwa ada sektor-sektor yang harus diperlakukan sebagai hak dasar dan tidak boleh tunduk sepenuhnya pada logika komersial. Pendidikan dan kesehatan, misalnya, dipandang sebagai layanan publik yang harus diakses secara adil, karena keterbatasan akses dalam bidang ini akan melanggengkan ketidaksetaraan sosial.

Di era globalisasi, neoliberalisme juga sering dikaitkan dengan fleksibilisasi tenaga kerja yang justru menimbulkan kondisi kerja yang semakin rentan. Fenomena gig economy memperlihatkan bagaimana pekerja didorong untuk bekerja dalam sistem kontrak jangka pendek, tanpa jaminan sosial dan perlindungan hukum yang memadai.

Ekonomi sosial menawarkan alternatif melalui penguatan usaha-usaha berbasis komunitas yang mampu memberikan perlindungan lebih baik bagi pekerja, sekaligus menciptakan hubungan kerja yang lebih adil. Usaha sosial, misalnya, mendesain model bisnis yang tidak hanya mengejar laba, tetapi juga misi sosial seperti pemberdayaan masyarakat marginal, pengurangan dampak lingkungan, atau peningkatan kualitas hidup komunitas lokal. Dengan cara ini, ekonomi tidak dipisahkan dari etika, melainkan justru dituntun olehnya.

Ekonomi sosial juga menekankan pentingnya keberlanjutan lingkungan. Dalam kerangka neoliberalisme, eksploitasi sumber daya alam sering kali dilakukan demi keuntungan jangka pendek tanpa memperhitungkan dampak ekologis jangka panjang. Akibatnya, kita menyaksikan krisis iklim, kerusakan hutan, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Ekonomi sosial mencoba membalik logika tersebut dengan menempatkan lingkungan sebagai bagian integral dari perhitungan ekonomi. Praktik seperti circular economy, agroekologi, dan energi terbarukan yang berbasis komunitas menjadi bagian dari strategi ekonomi sosial yang tidak hanya memikirkan keuntungan generasi sekarang, tetapi juga kelestarian bagi generasi mendatang.

Di banyak negara, ekonomi sosial telah berkembang menjadi gerakan nyata. Di Amerika Latin, misalnya, muncul inisiatif economía solidaria yang menekankan solidaritas komunitas dan kedaulatan lokal dalam menghadapi penetrasi kapital global. Di Eropa, ekonomi sosial diakui sebagai sektor penting yang mencakup koperasi, lembaga keuangan mikro, dan organisasi nirlaba yang menyediakan jutaan lapangan kerja.

Bahkan lembaga internasional seperti International Labour Organization (ILO) mulai menempatkan ekonomi sosial sebagai pilar penting pembangunan inklusif. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi sosial bukan utopia, melainkan alternatif praktis yang sudah diimplementasikan di banyak tempat dengan hasil nyata dalam mengurangi ketidaksetaraan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, ekonomi sosial bukan tanpa tantangan.

Ia sering menghadapi kendala berupa keterbatasan akses modal, lemahnya dukungan kebijakan, dan dominasi logika pasar neoliberal yang masih hegemonik. Dalam sistem global yang dikuasai oleh korporasi besar dan lembaga keuangan internasional, inisiatif berbasis komunitas sering dianggap pinggiran dan kurang kompetitif.

Karena itu, agar ekonomi sosial dapat benar-benar menjadi alternatif yang kokoh, dibutuhkan dukungan kebijakan publik yang progresif, seperti regulasi yang melindungi koperasi, akses pendanaan yang inklusif, serta insentif bagi usaha sosial yang berorientasi pada misi sosial dan lingkungan. Pendidikan juga memainkan peran penting, karena membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya solidaritas dan keberlanjutan membutuhkan proses pembelajaran yang panjang.

Meski menghadapi tantangan, ekonomi sosial tetap menawarkan harapan di tengah krisis neoliberalisme yang semakin nyata. Krisis keuangan global, pandemi, hingga krisis iklim menunjukkan keterbatasan model neoliberal dalam menjaga stabilitas dan keadilan.

Ekonomi sosial menghadirkan jalan lain: sebuah paradigma yang menggabungkan efisiensi ekonomi dengan keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan, dan partisipasi demokratis. Ia bukan sekadar koreksi kecil terhadap neoliberalisme, melainkan sebuah orientasi baru yang menempatkan manusia dan komunitas sebagai pusat dari proses ekonomi. Dengan begitu, ekonomi sosial mampu menjadi basis bagi pembangunan yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan di masa depan.

Penulis: Suud Sarim Karimullah

Related Posts

Isu HAM dalam Politik Indonesia

Isu hak asasi manusia dalam politik Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pergulatan antara norma hukum dan realitas kekuasaan yang kerap bersifat destruktif, sebab negara yang idealnya menjamin kebebasan warga negara…

Perlindungan Hukum untuk Pekerja Migran Indonesia

Perlindungan hukum untuk pekerja migran Indonesia merupakan isu yang memiliki dimensi sosial, ekonomi, dan politik yang sangat kompleks, karena menyangkut jutaan warga negara yang menggantungkan hidupnya di luar negeri dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You Missed

Isu HAM dalam Politik Indonesia

Isu HAM dalam Politik Indonesia

Perlindungan Hukum untuk Pekerja Migran Indonesia

Perlindungan Hukum untuk Pekerja Migran Indonesia

Masa Depan Pers di Tengah Tekanan Politik

Masa Depan Pers di Tengah Tekanan Politik

Fenomena Politik Populis di Indonesia

Fenomena Politik Populis di Indonesia

Peran Diaspora Indonesia dalam Politik Global

Peran Diaspora Indonesia dalam Politik Global

Fenomena Polarisasi Politik di Era Digital

Fenomena Polarisasi Politik di Era Digital