Cinta Perempuan

“Paling baiknya kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku paling baik untuk keluargaku. Tidak memuliakan perempuan kecuali laki-laki yang mulia. Tidak menghinakan perempuan kecuali laki-laki hina” (Rasulullah Saw)

Perempuan merupakan basis utama dalam membentuk sebuah peradaban manusia sebagaimana perannya sebagai ibu dalam pembangunan rumah cinta dalam sebuah keluarga. Para perempuan memang tidak ikut berperang dan tidak boleh diperangi dalam ajaran Islam, akan tetapi mereka dapat mempengaruhi psikologis jiwa para laki-laki yang dapat menjadikanya sangat kuat untuk berperang dengan cinta dan kasih sayang yang mereka berikan. 

Perempuan adalah penjaga kehidupan spiritual laki-laki, merekalah yang menjaga jiwa para lelaki. Seorang laki-laki tidak akan bahagia dan akan selalu gelisah bahkan menjadi hampa jiwanya jika tidak ada perempuan yang menjaganya, sebagaimana kehampaan jiwa yang dirasakan Qais (majnun) ketika ditingal oleh kekasihnya (Laila), cinta dan kasih sayang yang di tanamkan oleh Laila dalam jiwa Qais menjadikan Qais sebagai orang yang gila (majnun) sampai akhir hayatnya. Dalam jiwa perempuan kita dapat menemukan Tuhan, perempuan tidak boleh disia-siakan atau di dholimi, mendholimi perempuan sama saja mengharap datangnya murka Tuhan bahkan Rasulullah Saw menilai bahwa orang yang paling mulia adalah orang yang berbuat baik dan memuliakan perempuan.

Cinta seorang perempuan bukan sekadar getaran rasa, tetapi adalah janji sunyi yang tumbuh di kedalaman jiwa. Ketika cinta itu diserahkan sepenuh hati tanpa diiringi ikatan suci pernikahan, maka yang terjadi bukan hanya luka, tapi pengkhianatan terhadap harapan yang tulus. Perempuan yang cintanya dikhianati bukan akan diam dalam pilu, tetapi bangkit dengan amarah yang mengguncang langit, sebab cinta bagi perempuan bukan permainan, melainkan perjanjian sakral yang seharusnya ditandai dengan komitmen untuk bersama dalam suka dan duka.

Dalam cinta perempuan, tersembunyi kekuatan yang tak bisa diukur oleh logika. Ia mencintai dengan segenap keberanian, mengorbankan egonya demi sebuah nama yang ia percayai akan menjadi pelabuhan terakhir. Maka ketika ia tersakiti tanpa kepastian, kemarahannya bukan dendam, tapi seruan dari cinta yang ingin dimuliakan. Ia hanya ingin diperlakukan sebagaimana mestinya, sebagai kekasih yang layak untuk dinikahi, bukan untuk disinggahi.

Cinta perempuan adalah rumah bagi laki-laki yang sedang mencari kedamaian. Dalam peluknya, dunia menjadi lebih tenang dan dalam doanya, langkah menjadi lebih terang. Laki-laki yang tulus akan tahu bahwa cinta perempuan adalah pintu menuju hakikat kehidupan, tempat di mana segala makna cinta menemukan keabadiannya. Ia bukan hanya pasangan, tetapi juga cermin tempat laki-laki mengenal dirinya dan menemukan Sang Maha Pecinta dalam kelembutan kasihnya.

Ketika cinta perempuan diperlakukan dengan kehormatan, ia akan memberi lebih dari yang diminta: kesetiaan, ketulusan, pengorbanan, dan doa yang tidak pernah putus bahkan saat badai menerpa. Ia mencintai bukan untuk memiliki, tetapi untuk mendampingi. Namun jika cinta itu diabaikan dan hanya dijadikan pelarian, maka dunia pun akan bersaksi bahwa tak ada yang lebih dahsyat dari luka perempuan yang dihianati oleh harapan yang ia rawat dengan air mata dan harapan.

Cinta perempuan adalah pertaruhan jiwa. Ia akan memberi segalanya, tapi juga akan menuntut kejelasan yang pasti. Bukan karena ia mengekang, melainkan karena ia ingin mencintai dengan utuh, dalam rumah yang sah, dalam kehidupan yang halal. Maka, jangan dekati cinta perempuan jika hatimu masih ragu, karena ia bukan sekadar bunga yang mekar, melainkan akar yang siap tumbuh bersama, mengakar dalam tanah kehidupan, dan menjulang menuju langit ridha Tuhan.

Penulis: Suud Sarim Karimullah

Related Posts

Ketika Imam Husein Menolak Diam

Ketika Imam Husein menolak diam di hadapan tirani, ia tidak sedang melakukan tindakan spontan yang lahir dari keberanian sesaat, melainkan menjalankan sebuah proyek moral yang berakar dalam pada nilai-nilai profetik.…

Darah Imam Husein, Hidupnya Keadilan

Darah Imam Husein yang tertumpah di padang Karbala bukan sekadar darah seorang cucu Nabi yang gugur di medan pertempuran, melainkan simbol yang abadi dari perlawanan terhadap tirani dan perwujudan paling…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You Missed

Ketika Imam Husein Menolak Diam

Ketika Imam Husein Menolak Diam

Darah Imam Husein, Hidupnya Keadilan

Darah Imam Husein, Hidupnya Keadilan

Teriakan Kebenaran di Padang Karbala

Teriakan Kebenaran di Padang Karbala

Keadilan Politik Rasulullah dalam Bingkai Demokrasi

Keadilan Politik Rasulullah dalam Bingkai Demokrasi

Toleransi sebagai Warisan Peradaban Islam

Toleransi sebagai Warisan Peradaban Islam

Transformasi Sosial Nabi Muhammad

Transformasi Sosial Nabi Muhammad